astudioarchitect.com Dulu sekali, saya pernah menulis buku pada tahun 2006-2007, yang isinya tentang gaya arsitektur mediterania. Jenis gaya ini banyak dipakai di rumah-rumah mewah yang biasanya ada pembantu untuk membersihkannya, kalau tidak penghuninya biasanya kewalahan untuk urusan bersih-bersih. Pada waktu itu buku-buku tentang rumah tinggal dan majalah seperti Asri, Laras dan Idea masih banyak dihiasi oleh gaya arsitektur Mediterania dan klasik ini. Ini tidak mengherankan, dan saya menangkap pada waktu itu bahwa ini merupakan tren yang sepertinya patut untuk dibahas dalam buku. Hingga kini kita masih banyak menemukan rumah dengan gaya mediterania atau klasik yang kental. Belakangan dan setelah itu saya sadar bahwa gaya ini kurang pas di Indonesia. Tapi untungnya buku saya waktu itu lebih ke deskripsi gaya saja bukan mengantarkan saya jadi salah satu arsitek dengan style yang sudah ketinggalan jaman ini. Banyak klien bahkan sering yang mereferensikan gaya mediterania yang asli dari ‘sono’nya kepada saya via contoh-contoh foto ketika akan mendesain, semuanya saya tampung dan saya pikirkan lagi ketika akan mendesain, paling tidak kaidahnya terhadap hujan dan panas harus sesuai.
(adsbygoogle = window.adsbygoogle || []).push({});
Ornamentasi yang sangat banyak ini indah dipandang mata, namun menyediakan celah-celah untuk debu dan kotor yang diperparah oleh hujan.
(adsbygoogle = window.adsbygoogle || []).push({});
Problem utamanya tentunya karena faktor basah hujan yang sering dinegeri kita, ornamentasi itu tidak didesain untuk wilayah tropis basah. Seringkali kita mendapati lis profil luar bangunan yang cepat kotor karena air hujan yang menimbulkan bekas garis-garis pada lis profil ornamentasinya. Demikian pula ornamentasi yang punya ceruk-ceruk kecil berpotensi untuk menyimpan debu dan menjadi kotor.
‘Kecurigaan’ saya makin beralasan, karena gaya tropis biasanya diterjemahkan sebagai gaya rumah dengan unsur batu tempel yang banyak. Batu tempel tidak terlalu minta dibersihkan dan bisa menyamarkan kesan kotor, bagi jenis-jenis batu tertentu. Kesan yang memang bertekstur dan kasar ini bisa mengurangi kebutuhan untuk bersih-bersih yang terlalu banyak. Meskipun bukan berarti gaya ini tanpa masalah juga. Masalah dari gaya tropis modern adalah biasanya materialnya lebih boros dan mahal, karena batu musti disusun, dibaguskan, ditata sedemikian. Biaya menata batu di dinding yang cukup mahal bisa berharga ratusan juta per meternya. Dengan tidak terlalu banyaknya bagian lipatan dinding licin seperti gaya arsitektur mediterania dan klasik, gaya ini cenderung campin digunakan.
Pendeknya melalui artikel singkat ini saya ingin mengajak pembaca budiman untuk menyadari efek samping dari keindahan arsitektural ini, memang sudah lama gaya ini berlalu dan tidak banyak lagi orang menggunakannya. Saya cuma menulis ini sebagai semacam warning saja; pengetahuan yang mungkin berguna.
Salam,
______________________________
by Probo Hindarto
© Copyright 2012 astudio Indonesia.
All rights reserved.